Perencanaan Wilayah Pesisir Terpadu
Nama :
Nanda kartika
NPM : E1I013047
Ilmukelautan Universitas bengkulu
Quis IV
SOAL
1. Buatlah dan jelaskan matriks
kesesuaian untuk budidaya perikanan atau ekowisata!
2. Apa yang dimaksud dengan daya
dukung?
JAWAB:
1. Kualitas Lingkungan dan
Kesesuaian Wisata Pantai Tanjung Pesona Kabupaten Bangka
Untuk menentukan indeks kesesuaian
wisata digunakan perhitungan yang didasarkan pada selisih total nilai maksimum
dan minimum serta rentang skor. rentang skor yang digunakan untuk menentukan
tingkat kesesuaian wisata diacu pada formula yang dijelaskan Yusuf (2007),
yaitu:
Rentang
Skor = Total skor tertinggi - Total skor terendah.
Jumlah kelas hasil perhitungan yang
diperoleh dari jumlah perkalian antara bobot dan skor yang disesuaikan dengan
kategori klasifikasi. Kriteria kesesuaian lahan tersebut dikelompokkan menjadi
3 kategori yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), S3 (tidak sesuai).
Berdasarkan pada nilai indeks kesesuaian lahan untuk wisata pantai pada tabel
diatas didapatkan peerhitungan dengan skor tertinggi 90 dan terendah 30 dengan
rentang skor 20. dengan demikian dapat diperoleh kelas-kelas kesesuaian wisata
sebagai berikut: sangat sesuai (S1)=71-90 Sesuai (S2)= 51-70 Tidak Sesuai (S3)=
<51
Tabel
2. Nilai Rata-Rata Kualitas Perairan Pantai Tanjung Pesona
Berdasarkan Tabel 2 di atas kisaran
rata-rata pH di Pantai Tanjung Pesona 7 – 7,1. Nilai pH di perairan bergantung
pada konsentrasi karbondioksida dan ion. pH berperan dalam kelarutan
senyawa-senyawa tertentu. Nilai pH lebih rendah pada pagi hari bila dibandingkan
sore hari (Arifin et al, 2002). Dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 51 Tahun 2004 Lampiran II tentang Baku Mutu Air Laut untuk kegiatan
wisata bahari, standar pH air laut berkisar antara 7 hingga 8,5. Berdasarkan
hal tersebut maka nilai pH di Perairan Pantai Tanjung Pesona layak untuk
aktivitas wisata. Suhu merupakan salah satu parameter yang penting dalam
pengembangan wisata bahari. Faktor suhu sangat menentukan eksistensi terumbu
karang. Bengen (2002) mengemukakan bahwa suhu perairan untuk berkembangnya
terumbu karang dalah sebesar > 180 C. Untuk perkembangan optimal suhu
rata-rata berada pada kisaran 230 C – 350 C dengan batas toleransi berkisar
antara 360 C – 400 C. Suhu rata-rata di Pantai Tanjung Pesona berkisar antara 29,2
– 30,150 C Kisaran nilai suhu tersebut masih layak untuk pengembangan wisata
bahari. Salinitas memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung
kehidupan biota perairan. Dalam wisata bahari keberadaaan terumbu karang dengan
kondisi baik merupakan daya tarik untuk snorkling dan diving. Nilai salinitas
untuk mendukung kehidupan terumbu karang berkisar antara 30 0 /00 – 36 0 /00
(Bengen, 2002). Salinitas di perairan Pantai Tanjung Pesona rata-rata berkisar
pada 30,25 hingga 31 0 /00 . Kisaran nilai salinitas tersebut layak untuk
kehidupan terumbu karang. Nilai kekeruhan rata-rata di Pantai Tanjung berkisar
antara 1,84 NTU – 2,805 NTU. Nilai kekeruhan mencirikan tingkat kejernihan
perairan. Nilai tersebut sangat layak untuk kegiatan wisata pantai. Standar kekeruhan
untuk wisata bahari di dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51
Tahun 2004 adalah 5 NTU.
Oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen) menggambarkan jumlah oksigen terlarut di perairan. Menurut Connel et.al
(1993) yang dikutip dari Edward et.al (2004), konsentrasi DO di perairan
nilainya relatif, umumnya berada pada kisaran 4,28 – 10 mg/l. Konsentrasi
oksigen terlarut rata-rata di Pantai Tanjung Pesona berada pada kisaran 6,33
mg/l hingga 6,56 mg/l dan sesuai untuk kegiatan wisata bahari. Hal ini
didasarkan pada standar baku mutu air laut dengan parameter oksigen terlarut di
dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 untuk
kegiatan wisata bahari adalah > 5 mg/l. Kecerahan mencirikan penetrasi
cahaya matahari yang masuk ke perairan. Nilai kecerahan rata-rata di Pantai
Tanjung Pesona berkisar antara 1,4 meter hingga 2,9 meter dengan kisaran
kedalaman antara 2 – 6 meter. Dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut nilai kecerahan air laut untuk
kegiatan wisata adalah > 6 m. Nilai kecerahan di Pantai Tanjung Pesona di
bawah baku mutu air laut. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor cuaca pada
saat pengukuran. Pengukuran pada kondisi surut dilakukan pada pagi hari sehingga
intensitas cahaya matahari minimum. Pada saat kondisi pasang pengukuran
dilakukan pada siang hari menjelang sore dengan kondisi mendung. Dengan
demikian penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan tidak maksimal.
Effendi (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerahan
antara lain keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi
serta ketelitian peneliti pada saat pengukuran. Nilai BOD5 dalam
penelitian ini berkisar antara 0,725 mg/l – 1,61 mg/l.
Kisaran BOD di perairan alami
adalah 0,5 mg/l hingga 7,0 mg/l (Jeffries dan Mills dalam Effendi, 2002).
Konsentrasi BOD5 di Pantai Tanjung Pesona masih rendah dan sesuai peruntukannya
untuk kegiatan wisata. Merujuk Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, nilai BOD5 untuk kegiatan wisata
bahari adalah 10 mg/l. Perairan yang bau biasanya mengindikasikan kolom air
yang tercemar dan kotor. Pengukuran kebauan dilakukan secara organoleptik yaitu
cara pengujian dengan menggunakan alat indera manusia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perairan Pantai Tanjung Pesona tidak berbau. Hal ini sesuai
dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004, bahwa
baku mutu air laut untuk wisata adalah tidak berbau. Pengamatan secara visual
dilakukan terhadap lapisan minyak di perairan dan keberadaan sampah yang
terapung. IPIECA, 2000 dalam Nedi (2011) mengemukakan lapisan minyak dalam
perairan dapat mengurangi penetrasi cahaya matahari ke perairan sehingga proses
fotosentesis juga terganggu. Selain itu lapisan minyak juga dapat menghambat
pertukaran gas dan mengurangi kelarutan oksigen. Sampah di laut berasal dari
daratan akibat aktivitas antropogenik. Keberadaan sampah dapat mengurangi nilai
estetika dan keasrian pantai yang merupakan salah satu daya tarik bagi para
pengunjung. Berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan selama penelitian tidak
terdapat lapisan minyak dan tidak ditemukan adanya sampah-sampah yang mengapung
di permukaan. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51
Tahun 2004 Lampiran II tentang Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari, perairan
Pantai Tanjung Pesona ditinjau dari sampah dan lapisan minyak cocok untuk
kegiatan wisata.
Kesesuaian Lingkungan Perairan Pantai Tanjung Pesona untuk Wisata
Analisis
kesesuaian wisata untuk kegiatan rekreasi pantai dan berenang terletak pada
Stasiun I, II dan III. Kawasan yang dianalisis adalah area yang dijadikan para
pengunjung sebagai tempat untuk kegiatan tersebut. Stasiun tersebut dianggap
layak dijadikan area berenang karena kedalaman maksimalnya tidak mencapai 3
meter. Para pengunjung biasanya berenang pada kedalaman tidak lebih dari 1,5 m
demi antisipasi terhadap keamanan dan keselamatan dalam berenang. Kedalaman
pantai Tanjung Pesona untuk aktivitas rekreasi dan berenang adalah rata-rata
2,45 m. Kedalaman ini merupakan salah satu faktor yang paling diperhatikan oleh
wisatawan untuk melakukan aktivitas rekreasi dan berenang. Aktivitas ini tidak
hanya dilakukan oleh pengunjung yang dewasa. Berdasarkan hasil observasi di
lapangan terdapat beberapa anak-anak yang melakukan aktivitas berenang. Di
kawasan ini juga belum terdapat petugas pengamanan wisata berenang yang akan
mengawasi aktivitas pengunjung di kolom air. Dalam matrik kesesuaian wisata
pantai kedalaman 0 – 3 m adalah yang paling sesuai. Halim (1998) dan Haris
(2003) dalam Nugraha et.al (2013), mengemukakan kedalaman yang paling baik
untuk kegiatan berenang berada pada kisaran 0 – 5 m. Hasil pengukuran di
lapangan menunjukkan bahwa pantai Tanjung Pesona berdasarkan kedalaman sangat
sesuai untuk dijadikan wisata rekreasi dan berenang. Tipe pantai di Pantai
Tanjung Pesona adalah pantai berpasir putih. Tipe pantai berpasir lebih sesuai
peruntukannya untuk kegiatan wisata daripada pantai berlumpur maupun berkarang.
Lebar pantainya mencapai > 30 m. Lebar pantai dapat dimanfaatkan pengunjung
untuk beraktivitas seperti berjalan santai, berfoto, berjemur dan sebagainya.
Dua komponen tersebut berdasarkan penelitian ini sesuai untuk kegiatan wisata
kategori rekreasi dan berenang. Biota berbahaya tidak dijumpai di kawasan
Pantai Tanjung Pesona sehingga kawasan ini aman untuk menunjang kegiatan
berenang. Pengambilan data mengenai keberadaan biota berbahaya di perairan
dengan menggali informasi secara mendalam kepada para pengunjung, masyarakat
sekitar dan pihak pengelola. Material dasar perairan di perairan Pantai Tanjung
Pesona merupakan pasir. Material dasar berpasir putih sangat sesuai untuk
kegiatan wisata rekreasi dan berenang. Dalam matriks kesesuaian wisata kategori
rekreasi dan berenang (Yulianda, 2007) bahwa material dasar berpasir putih
paling ideal (bobot tertinggi) untuk menunjang aktivitas tersebut. Kecepatan
arus di Pantai Tanjung Pesona dalam penelitian ini berkisar antara 0,0539 m/s
hingga 0,0651 m/s. Kisaran kecepatan arus tersebut sangat layak untuk kegiatan
wisata pantai berenang. Penggolongan kecepatan arus dalam penelitian ini
termasuk ke dalam kategori arus lambat. Harahap dalam Sari et.al (2012)
mengemukakan bahwa penggolongan kecepatan arus terdiri atas 4 kategori yaitu
kategori arus lambat dengan kecepatan pada kisaran 0 – 0,25 m/s, kategori arus
sedang dengan kecepatan pada kisaran 0,25 – 0,50 m/s, kategori arus cepat
dengan kecepatan pada kisaran 0,5 – 1 m/s dan kategori arus sangat cepat dengan
dengan kecepatan di atas 1 m/s. Kemiringan pantai akan berpengaruh terhadap
keamanan dan kenyamanan dalam wisata terutama berenang. Yulianda (2007)
mengemukakan bahwa tipe pantai pada umumnya terbagi menjadi 4 tipe yaitu pantai
datar, landai curam dan terjal. Pantai yang datar memiliki slop kemiringan <
100 , landai 100 – 250 dan curam > 250 . Pantai Tanjung Pesona merupakan
tipe pantai yang landai. Pantai yang landai umumnya dapat dimanfaatkan untuk
beraneka kegiatan wisata pantai. Dalam matriks kesesuaian wisata kategori
rekreasi pantai dan berenang nilai kecerahan yang paling sesuai yaitu > 5 m.
Kecerahan rata-rata dalam penelitian ini berkisar antara 1,4 m – 1,7 m. Nilai
kecerahan tersebut tergolong rendah apabila dibandingkan dengan matrik kesesuaian
wisata. Penutupan lahan dalam matriks kesesuaian wisata kategori rekreasi dan
berenang terbagi menjadi lahan terbuka dan kelapa, semak belukar rendah dan
semak belukar tinggi, pemukiman dan pelabuhan. Penutupan lahan di Pantai
Tanjung Pesona adalah lahan terbuka. Jenis tutupan lahan yang terbuka sangat
sesuai untuk kegiatan wisata pantai.
2. Daya Dukung
Yang
dimaksud dengan daya dukung adalah kemempuan atau kapasitas maksimum lingkungan
yang dapat diberikan atau diakomodir dalam menunjang kehidupan makhluk hidup
didalamnya secara optimum dan terus menerus tanpa menimbulkan penurunan
nilai-nilai yang ada.
Faktor-faktor yang dapat menentukan
daya dukung dalam mondisi baik atau tidak antara lain, adalah ketersediaan
bahan baku dan energi, akumulasi limbah dari aktivitas produksi (termasuk
manajemen limbahnya) dan tentu interaksi anata makhluk hidup yang ada di dalam
lingkungan. dengan kata lain daya dukung harus mampu mencakup daya dukung
lingkungan fisik, biologi dan persepsi atau psikologis.
Dalam upaya pelestarian fungsi
lingkungan hidup (pengelolaan) akan selalu ada kegiatan-kegiatan seperti
kegiatan pemanfaatan (termasuk penataan dan pemeliharaan), pengendalian,
pemulihan dan juga penambangan kawasan lingkungan. pembangunan berkelanjutan
adalah upaya pelestarian yang paling baik, karena dalamprosesnya akan selalu
memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga dapat dijadikan modal pembangunan
untuk generasi-generasi selanjutnya.
untuk itu, sebelum melakukan
pengelolaan hendaknya ditentukan terlebih dahulu nilai dari daya dukung
lingkungan yang menjadi targetnya. dalam penentuan daya dukung suatu kawasan
perlu diperhatikan setidaknya tiga aspek utama, yaitu: ekologi, ekonomi, dan
sosial. hal ini penting mengingat bahwa interaksi antara kegiatan pengelolaan
dengan ekosistem dari kawasan tersebut akan tergambarkan dengan sangat
kompleks, sehingga memerlukan pendekatan yang multidimensi.
REFERENSI:
Arifin, T., Bengen, D. G., dan
Pariwono, J. I., 2002. Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir Teluk Palu untuk
Pengembangan Wisata Bahari. Pesisir dan Lautan. 4 (2) 2002 : 25-35
Bengen, D.G., 2002, Sinopsis
Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya, Bogor.
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Edward, Muhajir, Ahmad, F., Rozak,
A. 2004. Pengamatan Beberapa Sifat Kimia dan Fisika Air Laut di Ekosistem
Terumbu Karang Pulau Sipora dan Siberut Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat).
Jurnal Ilmiah Sorihi. 3 (1) 2004 : 38-57. ISSN 1693-1483
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas
Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
258 halaman. Elyazar, N.,
Mahendra, M.S., Wardi, I.N. 2007.
Dampak Aktivitas Masyarakat terhadap Tingkat Pencemaran Air Laut di Pantai Kuta
Kabupaten Badung serta Upaya Pelestarian Lingkungan. Ecotrophic.
2(1):1-18.
Machado, F.S., Mourato, S. 2002.
Evaluating the Multiple Benefits of Marine Water Quality Improvements: How
Important are Health Risk Reductions? J. Environ. Manage. 65: 239–250 Nedi, S.
2011. Penentuan Prioritas Teknologi Pengendalian Pencemaran Minyak di Selat
Rupat dengan Metode CPI. Jurnal Teknobiologi. II (1) 2011: 49 – 54. ISSN : 2087
– 5428
http://eprints.undip.ac.id/40688/1/054-
Jimmy_Margomgom_Tambunan.pdfhttp://malikkulshaleh.tumblr.com/post/10633054445/pengelolaan-lingkungan-berbasis-daya-dukung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar